Cara Unik Mahasiswa Al-Azhar Sukses Hadapi Ujian Universitas

Cara Unik Mahasiswa Al-Azhar Sukses Hadapi Ujian Universitas
Oleh : Muhammad Adam Rosady*

Berbicara tentang transformasi akhir-akhir ini rasanya kita tidak bisa lepas dari perubahan yang satu ini, yakni perubahan musim, utamanya musim panas. Sebelum melangkah lebih jauh ada baiknya kita terlebih dahulu tahu tentang perubahan yang satu ini.
Banyak asumsi Masisir ketika mendengar kata musim panas. Ada yang beranggapan musim panas adalah saat dimana kita merasa sulit untuk tidur baik itu siang maupun malam hari, bahkan KBBI sendiri mendefenisikan arti musim panas adalah “musim sesudah musim semi atau sebelum musim gugur, terdapat di daerah yang memiliki empat musim”. Namun lebih dari itu makna abstrak yang tersimpan dari musim panas dewasa ini untuk Masisir lebih tepat diartikan “suatu kondisi dimana Masisir dipaksa menaklukan dinamika ujian fisik dan intelektual”.
Ya, terus terang saja kita sekarang sedang berhadapan dengan dua dinamika hebat. Pertama problem fisik menghadapi panasnya udara Cairo serta global warming, kedua problem intelektual yang dipaksa menghadapi ujian Universitas al-Azhar yang terkenal berat serta membutuhkan integrasi intelektual yang tinggi, mulai dari membaca, pemahaman dan hapalan.
Siklus perubahan musim tidak hanya berdampak pada alam tapi juga memberikan dampak dan kesan positif serta negatif  bagi mahasiswa al-Azhar.
Salah satu dampak negatif dari musim panas adalah seperti yang dilansir dari situs Doktersehat.com menurut Dr. Chaucey sebagai doktor ahli jantung terkemuka, mengungkapkan, “cuaca panas dapat membunuh, terutama karna dapat mengakibatkan masalah pada jantung”.
Namun klimaks sorotan Masisir kali ini bukan membahas atau memperbincangkan tentang kesehatan, melainkan lebih kepada transformasi drastis dari Masisir ketika memasuki musim panas, apalagi kalau bukan perubahan intelektual. Ujian adalah suatu yang sangat penting bagi seorang mahasiswa, suatu keadaan dimana seorang mahasiswa dipaksa untuk terus belajar dan belajar, hal ini pun berlaku juga bagi kita mahasiswa yang mengejar studi di Kairo.

Kesan yang begitu riil bagi kita ketika memasuki musim panas ditambah imtihan salah satunya adalah tidak pernah lepas dengan muqarar (diktat kuliah). Sekalipun itu berada di halte bis, di dalam bis, masjid bahkan sampai membawanya kemana-mana. Sungguh suatu pemandangan yang begitu mengesankan, tapi bukankah sudah selayaknya seorang akademisi selalu membaca dan belajar.
Gray dan Rogers (1995) dua orang ilmuwan terkemuka ini memaparkan bahwa membaca itu memiliki banyak sekali manfaat yaitu melatih imajinasi dan daya pikir sehingga terpenuhi kepuasan intelektual, meningkatkan keahlian dalam suatu bidang dan mengetahui hal-hal yang aktual dari membaca.
Berkaca dari sejarah panjang Masisir dari tahun ketahun, sebagian kalangan berpendapat kalau Masisir zaman sekarang masih kalah ataupun kurang dalam menghidupkan dinamika intelektual dalam membaca, bahkan ada sebagian oknum berpandangan kalau Masisir di era zaman kekinian sekarang membaca muqarar  hanya ketika mendekati waktu-waktu ujian semata, sedangan di lain kesempatan  muqarar hanya menjadi temen kuliah yang terbengkalai tatkala masa ujian masih jauh di depan.
Apakah itu adalah suatu kesalahan?
Fahmi Ain Fathah warga KMKM, mahasiswa Fakultas bahasa arab tingkat akhir ini memberikan gambaran statemen menyikapi banyaknya Masisir yang membaca muqarar hanya ketika menjelang imtihan ,“Masisir itu memiliki berbagai macam kegiatan.
Ada yang sehari-harinya sibuk ngaji duduk bersama syekh lalu menomor duakan kuliah, kemudian baru membuka dan memahami muqarar ketika menjelang ujian dan itu tidak masalah, karna yang terpenting adalah tetap belajar.
Meskipun belajar dua bulan menjelang ujian rasanya itu sudah lumayan efektif untuk bisa menaklukan beratnya ujian al-Azhar. Pastinya dengan keseriusan dan ketekunan”
Memang bagi seorang pembelajar, kuliah ataupun tidak ia akan tetap sukses. Karena ia betul-betul mendayagunakan segala potensi dan sumber daya yang ia miliki untuk menarik hikmah dan manfaat,  dengan itu selalu berubah  menjadi lebih baik, siapapun orangnya dan apapun profesinya.

     Kita semua tahu bahwa al-Azhar suatu lembaga akademis yang mengembangkan interaksi intelektual, tidak hanya memalui sistem formal melainkan juga melalui non-formal seperti adanya talaqi (Ngaji duduk bersama syekh), apalagi jauh-jauh hari sebelum dibangun sistem akademis al-Azhar, terlebih dahulu sudah dikenal dengan taring keilmuannya seantero dunia, bahkan mendapat gelar pusat keilmuan dunia dari sistem non-formal yang mereka kembangkan.
Namun tak bisa dipungkiri kita sudah berada di era modern yang juga membutuhkan perkembangan literasi layaknya pendidikan barat. Begitupula al-Azhar yang melakuan tranformasi perkembangan pendidikan dari sistem kuno yang hanya mengandalkan sistem talaqi  kemudian mengadopsi sistem akademisi modern serta kolaborasi dengan sistem non formal. Maka jadilah al-Azhar dengan wajah baru, berkembang mengikuti literasi modern tanpa membuang sistem yang lama.

Sebagian mahasiswa juga berpendapat sejauh kaca mata mereka “Rasanya wajar kalau sebagian Masisir hanya fokus dengan muqarar menjelang ujian karena mahasiswa yang berada di Mesir ada dua tipe. Pertama, yang mengedapankan kuliah. Kedua, mahasiswa yang menomor duakan kuliah”. Namun jangan sampai kegiatan talaqi, organisasi dan sebagainya mengobarkan waktu dan aktivitas kuliah, karena memang tujuan utama mahasiswa berangkat jauh-jauh dari Indonesia ke Mesir adalah untuk menuntut ilmu dan melanjutkan studi di Universitas al-Azhar.

Mengenai dinamika tranformasi Masisir yang menjadi kutu buku di saat mendekati ujian, ada baiknya kita simak tanggapan senior al-Azhar yang sudah berkiprah ditanah air, Ustadz Fahmi Alansyah, alumni Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arbaiyah tahun 1995-1999, salah satu dewan pengajar Pondok Pesantren Normal Islam Putra Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai, memberikan komentar tentang problematika saat ini

“Aktivitas Masisir melakukan transisi dari muqarar hanya sebatas teman kuliah kemudian berubah drastis ketika menjelang ujian menjadi istri yang tidak bisa terlepas. Sebenarnya hal itu sah-sah saja, walaupun itu berisiko kegagalan, karena semua materi ujian rebutan masuk ke otak. Coba bayangkan bagaimana susahnya?. Ada cara yang bijak dan akurat lulus ujian dengan nilai yang memuaskan”.

Kemudian dilanjutkan dengan memberikan saran dan masukan bagi para Masisir yang saat ini kebingungan mengenai metode menghadapi serta mempersipkan ujian agar lulus dengan lancar “salah satu cara mempersipkan diri menghadapi ujian seperti yang sering dijelaskan oleh para masyaikh dulu yakni mempersiapkan ujian sedini mungkin, jauh-jauh hari sebelum perhelatan ujian digelar di kampus al-Azhar.
Metodenya sederhana, saja seperti bisa dengan membuat ringkasan pelajaran yang akan dihadapi secara kerja kelompok kemudian disempurnakan dengan latihan menjawab soal. Sebenarnya persiapan harus disiapkan sebelum momen puncak. Sehingga ketika ujian sudah semakin dekat kita sudah dalam keadaan santai tanpa ada beban yang menghantui, hal ini juga dapat menghapus problem yang menghantui ketika mendengar kata ujian karena kita hanya tinggal murajaah (mengualang)”.
Begitulah tegas alumni al-Azhar Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah   memperingatkan para Masisir khususnya untuk lebih mempersiapkan diri jauh hari sebelum ujian.













*Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo, Fakultas Sharia and Law. Aktif dalam organisasi mahasiswa Kalimantan Mesir sebagai anggota devisi pendidikan dan kebudayaan, serta sebagai anggota redaksi Majalah Papadaan dan juga reporter Website Majalah Papadaan Mesir.

*tulisan ini telah dimuat di Majalah Papadaan. Link : https://papadaankmkm.com/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Syekh Ad-Dardir

Mengenal Sosok Kharismatik Tuan Guru Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni

RESENSI KITAB TA'LIM MUTA'LIM