Kiat Sukses Dalam Dunia Akademik

Filosofi Sepak Bola Dalam Dunia Akademik
Oleh : Muhammad Adam Rosady*

   Islam adalah agama yang menitikberatkan pada pentingnya pola hidup seimbang. Pemenuhan kesehatan tidak hanya ditumpukan pada kesehatan rohani, tetapi juga jasmani. Cara menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh salah satunya adalah dengan berolahraga. Berbicara tentang menjaga kesehatan kita pasti tidak akan lepas dari cabang olahraga yang melegenda ini, apalagi kalau bukan sepak bola. Semua orang dari seantero jagat raya pasti sudah tidak asing lagi dengan sepak bola, pasalnya karena olahraga satu ini bisa dimainkan dari berbagai kalangan, baik dari anak kecil sampai orang dewasa bisa menikmatinya. Seperti yang dilansir dari situs Wikipedia bahwa sepak bola sudah dikenal sejak zaman dahulu, dimulai sejak abad ke-2 dan ke-3 sebelum Masehi di Tiongkok, pada masa Dinasti Han, masyarakat menggiring bola kulit dengan menendangnya ke jaring kecil. Kemudian terus berkembang sampai sekarang, maka jadilah piala dunia, perlombaan tersebut untuk pertama kali diadakan di Uruguay pada tahun 1930.

    Berbicara tentang dunia akademik dan pendidikan, sebelumnya ada hal yang perlu kita ketahui dari angka dan urutan pendidikan kita di mata dunia. Dari Indeks Pendidikan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) yang dikutip dari situs OKEZONE NEW mengungkapkan bahwa Saat ini Indonesia berada di posisi 108 di dunia dengan skor 0,603. Secara umum kualitas pendidikan di tanah air berada di bawah Palestina dan Mongolia. Hanya sebanyak 44% penduduk menuntaskan pendidikan menengah. Sementara 11% murid gagal menuntaskan pendidikan alias keluar dari sekolah. Padahal notabene kita memiliki 217.512 Sekolah, 2.719.712 Guru dan 45.357157 Pelajar. PISA (Programe For Internasional Student Assessment) sebagai lembaga penilaian secara internasional yang menitikberatkan pada kemampuan anak usia 15 tahun dalam bidang literasi membaca, literasi matematika dan literasi di bidang sains. menyatakan bahwa Indonesia menduduki rengking 62 dari 70 negara. Sebuah angka yang fantastis serta menyedihkan. Memandang dari jauhnya angka pendidikan tanah air kita, apa yang terbesit di hati kita sekarang dan apa yang salah dengan sistem pendidikan kita?.
           Kita kembali lagi dengan judul di atas, kalau dilihat dan dipikirkan, apa kurva serta hubungan antara sepak bola (olahraga) dengan degrasi dan dekadensi remaja tanah air dalam mengemban masa depan bangsa?. Coba kita sedikit telisik ayat Alquran Surah Al-Ghassyiah 17-21
  أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20) فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ (21)
Artinnya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.

Prof. Dr. Quraisy Syihab mengomentari ayat tersebut menyebutkan bahwa kita sebagai manusia yang memiliki tingkat intelektual yang tinggi, sudah sepantasnya kita selalu memikirkan setiap hikmah dari kejadian yang dihadapi baik itu yang nampak maupun yang bernilai abstrak. Karena itu kami mencoba memberikan deskripsi hikmah abstrak dari piala dunia dalam ranah akademik, literasi dan  pendidikan.

Ranah pendidikan itu menurut kami sama seperti dunia sepak bola. Sama-sama membutuhkan tempat khusus, pelatih (pembimbing) sarana, strategi (rencana) dan keteguhan hati.
Pertama adalah tempat dan sarana, layaknya bermain bola, belajar juga membutuhkan kepada dua hal ini, untuk menunjang keberhasilan dalam menempuh perjuangan belajar, seperti yang dinasehatkan Imam Asy-Syafi’ kepada para kaum terpelajar
أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
Artinya : Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara : kecerdasan, semangat, sungguh-sungguh, bekal, guru dan membutuhkan waktu yang lama.
Para ulama memaknai kata dirhamin dengan konotasi kesiapan sarana dan dan tempat yang kondusif untuk para akademisi meluapkan pengetahuan.
Kedua adalah pelatih, mungkin seorang bisa melakukan segala sesuatu dengan autodidak tapi tidak pada ilmu pengetahuan, lebih lagi itu tentang agama, karena ada sesuatu yang bisa dipahami sendiri (tanpa guru) dan ada yang tidak mungkin dipahami tanpa bantuan guru. Syekh Dr. Ahmad Omar Hasyim menegaskan bahwa tidak akan pernah sama hasilnya antara orang yang belajar autodidak dengan seorang yang memiliki guru pembimbing, terlebih itu tentang agama, karena itulah metode pendidikan Azhar sangat menekankan adanya ikatan antara guru dengan murid, baik itu secara jasmani maupun rohani.


Ketiga yang dibutuhkan seorang akademisi adalah adanya strategi yang tertata rapi dan tekad yang kuat untuk melaksanakan segala rencana yang disusun. Untuk sebuah pendiskripsian bisa kita liat dari piala dunia kemarin di Rusia. Namun sebelumnya kami maaf kalau dari tulisan ini ada dari salah satu pendukung kubu yang tersinggung. Pertama ada Argentina yang mempunyai sederet striker berkualitas full attack tapi tumbang dihadapan Krosia 0-3. Istilahnya adalah seorang mahasiswa maupun pelajar memiliki kecerdasan intelektual yang bagus serta rajin masuk kelas saja, itu belum cukup untuk menaklukan dunia akademik, tapi seorang pelajar juga membutuhkan yang namanya bertahan (mengulang kembali pelajaran).

Ibnul Jauzi mengatakan "Betapa banyak seorang yang telah meremehkan dari memuroja’ah (mengulang) ilmu yang telah ia hafal, hingga ia membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengembalikan lagi ilmu yang telah terlupakan."
Nasehat ini juga begitu penting bagi mereka yang menghapal ayat suci Alquran karena menghapal bukan cuma menyerang (menyetor hafalan) tapi juga tentang menjaga serta pertahanan (murajaah).
Jangan juga seperti Jerman dan Spanyol menang pamor di depan orang lain, terus kalah dan gugur. Belajar juga bukan semata pamor (semangat di awal) kemudian hilang entah kemana. Syekh Dr. Syarafuddin sering kali menegaskan di depan para murid-muridnya “aku sering kali melihat mahasiswa yang pertama kali memasuki kuliah dia sangat rajin, seakan tekadnya seperti gelombang yang siap menghantam apa saja, tapi terus aku amati sampai akhirnya semangatnya hilang dan dia menghentikan segala aktivitas pembelajaran”. Sebelum melangkah dalam dunia akademis, maka persiapkan terlebih dahulu strategi dan rencana kedepan, misalnya membuat target mingguan, bulanan, tahunan dan apa yang akan dikerjakan setelah sarjana. Chandra Putra Negara seorang pengusaha sukses muda dan motivator menegaskan bahwa “kunci kesuksesanmu berada pada target dan keseriusan untuk menjalaninya”.
Belgia patut dijadikan contoh untuk tetap mempertahankan semangat, walaupun hampir terjatuh tapi tetap berusaha bangkit, sampai bisa memukul mundur Jepang 3-2. Tetap semangat walaupun merasa sudah tak mampu untuk melaksanakannya. Allah Swt Berfirman 
وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Artinya : Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.( Q.S. Yusuf : 87)
Kunci dalam belajar dalam menaklukan akademisi adalah tetap pesimis dan jangan optimis, apalagi jangan sampai berprasangka buruk dengan Maha Pencipta.
               Penampilan dan permainan terbaik datang dari Prancis,bukan Karena dia sang juara Piala Dunia 2018 setelah kemenangan 4-2 atas Krosia di Stadion Lauzhniki, Moscow. Namun karena performa yang dimainkan sangat apik dan rapi. Bagaimana tidak, sebelumnya tidak ada yang menduga Prancis (sebagai orang biasa) bisa berada di posisi teratas, seakan memberitahukan kepada kita bahwa untuk meraih kesuksesan dan berada di pucak, semua orang bisa mendapatkannya, sekalipun dia dari kalangan bawah. Tentu kunci keberhasilannya kembali ke pembahasan di atas, tapi ada yang paling mencolok dari taktik Prancis, mereka lebih banyak bertahan (mengulang pelajaran) dibandingkan memberikan serangan baru (belajar ilmu baru). Bukankah memang sepantasnya seorang akademisi yang memiliki intelektual dan integritas lebih mendahulukan pemahaman sebelum lanjut menuju pembahasan baru. Apabila sudah betul-betul paham, barulah melahkah ke masalah selanjutnya. Karena yang terpenting bukan berapa pembahasan yang sudah kau pelajari dan lewati, tapi seberapa paham kamu dengan yang dipelajari.

      Mungkin begitulah filosofi dalam meraih keberhasilan dalam dunia akademis melalui ranah olahraga. semua yang sudah terjadi pasti Allah berikan hikmah di balik masing-masing sudut. Terpenting, belajar bukan Cuma di gedung persegi empat tapi belajar bisa dari mana saja dan di kapan saja, karena ilmu Allah itu luas, maka tenggelamkan dirimu dalam lautan ilmuNya.

*DP Devisi Keilmuan dan Kebudayaan Kabinet Murakata Mesir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biografi Syekh Ad-Dardir

Mengenal Sosok Kharismatik Tuan Guru Muhammad Bakhiet bin KH. Ahmad Mughni

RESENSI KITAB TA'LIM MUTA'LIM